Bahasa Korea memiliki morfologi yang aggluginatif dengan tata bahasa (syntax) yang serupa dengan bahasa Jepang, yakni SOV (Subject + Object + Verb). Seperti bahasa Jepang dan Vietnam, bahasa Korea banyak sekali meminjam kosakata dari bahasa Tionghoa yang tidak berkaitan. Bahasa Korea modern ditulis dengan abjad Hangeul, yang diciptakan pada abad ke-15 oleh Raja Sejong.
Sebutan "Korea" diambil dari nama dinasti Korea yang terkenal, yaitu Goryeo (935-1392). Goryeo sendiri menamai negerinya dari kependekan nama salah satu Tiga Kerajaan Korea, Goguryeo (37 SM-668 M). Dalam bahasa Cina dilafalkan "Gao-li" dan penyebutan itu menyebar ke para pedagang Timur Tengah, dan lama kelamaan menjadi "Korea". Kata "Korea" secara umum di dunia internasional saat ini digunakan untuk menunjuk kedua negara Korea. Dalam Bahasa Korea di Korea Selatan, "Korea" berarti "Han-Guk" (Korea Selatan; kependekan dari "Dae Han Min Guk") sedangkan "Chosŏn" digunakan oleh Korea Utara untuk menyebut nama negara mereka.
Istilah "Korea" digunakan pertama kali oleh Percival Lowell (1855-1916), seorang penulis, petualang dan astronom Amerika yang mengunjungi Korea sekitar 100 tahun yang lalu. Nama tersebut merupakan interpretasi literal dari kata Chosǒn (Joseon, 조선 / 朝鮮, 1392-1910), nama negara yang ia kunjungi di akhir abad ke-19. Lowell menganggap nama tersebut cocok untuk kerajaan yang tertutup terhadap dunia luar tersebut.[4] Korea pada saat itu tak dikenal di dunia barat, namun pada masa sebelumnya, Dinasti Goryeo telah dikenal oleh dunia barat dan dari negara itulah kata Korea berasal.
Sejarah Korea bermula dari zaman Paleolitik Awal sampai dengan sekarang. Kebudayaan tembikar di Korea dimulai sekitar tahun 8000 SM, dan zaman neolitikum dimulai sebelum 6000 SM yang diikuti oleh zaman perunggu sekitar tahun 2500 SM. Kemudian, Kerajaan Gojoseon berdiri tahun 2333 SM. Baru pada abad ke-3 SM Korea mulai terbagi-bagi menjadi banyak wilayah kerajaan.
Pada tahun satu Masehi, Tiga Kerajaan Korea seperti Goguryeo, Silla dan Baekje mulai mendominasi Semenanjung Korea dan Manchuria. Tiga kerajaan ini saling bersaing secara ekonomi dan militer. Goguryeo dan Baekje adalah dua kerajaan yang terkuat, terutama Goguryeo, yang selalu dapat menangkis serangan-serangan dari Dinasti-dinasti Tiongkok. Kerajaan Silla perlahan-lahan menjadi kuat dan akhirnya dapat menundukkan Goguryeo. Untuk pertama kalinya Semenanjung Korea berhasil disatukan oleh Silla pada tahun 676 menjadi Silla Bersatu. Para pelarian Goguryeo yang selamat mendirikan sebuah kerajaan lain di sisi timur laut semenanjung Korea, yakni Balhae.
Silla Bersatu akhirnya runtuh di akhir abad ke-9, yang juga mengakhiri masa kekuasaan Tiga Kerajaan. Kerajaan yang baru, Dinasti Goryeo, mulai mendominasi Semenanjung Korea. Kerajaan Balhae runtuh tahun 926 karena serangan bangsa Khitan dan sebagian besar penduduk serta pemimpinnya, Dae Gwang-hyeon, mengungsi ke Dinasti Goryeo. Selama masa pemerintahan Dinasti Goryeo, hukum yang baru dibuat, pelayanan masyarakat dibentuk, serta penyebaran agama Buddha berkembang pesat.
Pada tahun 1392, Taejo dari Joseon mendirikan Dinasti Joseon setelah menumbangkan Goryeo. Raja Sejong (1418-1450) mengumumkan penciptaan abjad Hangeul. Antara 1592-1598, dalam Perang Imjin, Jepang menginvasi Semenanjung Korea, tapi dapat dipatahkan oleh prajurit pimpinan Laksamana Yi sun sin. Lalu pada tahun 1620-an sampai 1630-an Dinasti Joseon kembali diserbu oleh suku Manchu (Dinasti Qing).
Pada awal tahun 1870-an, Jepang kembali berusaha merebut Korea yang berada dalam pengaruh Cina. Jepang memakasa Korea untuk menandatangani Perjanjian Eulsa yang menjadikan Korea sebagai protektorat Jepang, lalu pada 1910 Jepang mulai menjajah Korea.
Dengan menyerahnya Jepang di tahun 1945, PBB membuat rencana administrasi bersama Uni Soviet dan Amerika Serikat, namun rencana tersebut tidak terlaksana. Pada tahun 1948, pemerintahan baru terbentuk, yang demokratik (Korea Selatan) dan komunis (Korea Utara) yang dibagi oleh garis lintang 38 derajat. Ketegangan antara kedua belah pihak mencuat ketika Perang Korea meletus tahun 1950 ketika pihak Korea Utara menyerang Korea Selatan.
Seni Budaya dan Sastra Negara Korea
Dalam teks kuno Tiongkok, negeri Korea dijuluki Sungai dan pegunungan yang disulam di atas sutera atau Negeri Timur yang Bersatu. Selama berabad-abad, Korea menjalin hubungan dengan Tiongkok dalam berbagai bidang. Korea dikenal di dunia barat melalui pedagang-pedagang Arab yang pergi ke Tiongkok lewat jalur sutera. Para pedagang Arab pada tahun 845 M (zaman Silla Bersatu) menuliskan Di dekat Tiongkok ada negeri yang berlimpah emas bernama Silla yang mempesonakan mereka.
Korea memiliki corak kebudayaan yang beragam yang berasal dari akar asli yang dibentuk dalam berbagai kesenian dan tarian. Budaya Tionghoa yang diimpor selama berabad-abad ikut berperan membentuk sistem sosial dan norma berdasarkan Konfusianisme, Buddhisme dan Taoisme. Hasilnya adalah beragamnya bentuk manifestasi dan akulturasi antara budaya asli Korea dan Tiongkok yang unik. Dari sini Korea berperan besar dalam mentransfer budaya yang maju ke Jepang.
Dalam budaya kontemporer, Korea dikenal akan tren Korean Wave yang dihasilkan menyebarnya popularitas budaya musik pop, film dan drama Korea, serta baru-baru ini tren video game dan B-Boy Korea. Namun diplomasi secara kultural adalah diakuinya olahraga tradisional Korea, Taekwondo, ke dalam pesta olahraga internasional Olimpiade.
Sastra Korea yang ditulis sejak zaman Tiga Kerajaan disebut sastra klasik, yang pada saat itu ditulis dalam aksara Cina (hanja). Sastrawan Korea menulis puisi, cerita dan syair dalam gaya Tionghoa klasik namun berkembang dengan pemikiran dan rasa Korea. Sastra klasik Korea dipengaruhi unsur-unsur Buddhisme, Konfusianisme dan Taoisme, namun akarnya tetap kuat pada kepercayaan tradisional dan cerita-cerita rakyat aslinya. Bentuk pertunjukkan sajak opera tradisional yang paling terkenal adalah pansori. Sastra modern berkembang pesat dengan munculnya Hangeul, yang membantu meningkatkan melek huruf rakyat kebanyakan. Namun sastra yang memakai abjad hangul baru populer sejak abad ke-19, beberapa abad setelah penemuannya. Novel pada zaman itu yang ditulis dengan Hangul adalah sinsoseol (novel baru).
Seni Musik Negara Korea
Musik vokal
Musik vokal (seong-ak) adalah jenis seni suara yang ditampilkan berdasarkan lirik-lirik cerita rakyat atau lagu rakyat. Jenis musik vokal adalah jeong-ak dan minsok-ak. Jeong-ak terbagi menjadi sijo, gasa dan gagok, sementara minsogak terbagi atas japga, minyo, pansori, musik agama Buddha dan musik Shamanisme. Minyo dan pansori adalah jenis seni suara yang berakar dari tradisi nyanyian rakyat jelata, sementara chapga, sijo, gasa dan gagok adalah nyanyian yang berasal dari kalangan bangsawan dan istana. Kedua jenis seni suara ini memiliki karakteristik yang berbeda. Nyanyian rakyat jelata menerangkan kehidupan rakyat yang jujur, sementara nyanyian bangsawan menyuarakan perasaan dan emosi yang tidak sebebas nyanyian rakyat jelata. Cara menyanyi kedua jenis nyanyian ini juga berbeda. Lagu rakyat cenderung menyanyikan lirik dengan jangkauan nada maksimal, sementara nyanyian istana menggunakan teknik falsetto untuk mencapai jangkauan nada tinggi.
Nyanyian rakyat merupakan cerminan perasaan dan kehidupan mereka yang penuh kesulitan dengan ekspresi tawa, candaan, tangisan dan bahasa kasar. Pertunjukkan mereka selalu ditampilkan di lapangan terbuka. Kehidupan masyarakat kelas atas dicirikan dengan batasan, hal yang dibuat-buat dan artifisial, sehingga berpengaruh pada musik mereka. Mereka menampilkannya di dalam ruangan tertutup.
Musik Istana
Musik istana disebut juga dengan istilah jeong-ak atau musik yang pantas. Musik istana di dibagi menjadi 2 jenis sejak zaman kerajaan Silla, yakni hyang-ak dan tang-ak. Hyang-ak adalah musik asli Korea dan tang-ak adalah musik Cina yang berasal dari Dinasti Tang. Penyatuan Semenanjung Korea oleh Silla yang beraliansi dengan Tang di abad ke-8, menyebabkan aliran budaya Cina masuk ke Korea. Pada masa-masa berikutnya, musik Cina terus dinamakan dengan istilah tang-ak walaupun terjadi pergantian kekuasaan di negeri tersebut.
Raja Sejong yang Agung dikenal sebagai pionir dalam mengembangkan musik istana Korea. Setelah menetapkan titinada dasar permainan musik, ia mulai mengembangkan berbagai jenis alat musik untuk permainan musik istana. Alat musik istana dikategorikan menjadi 8 jenis berdasarkan bahan pembuatannya: metal, kayu, tembikar, mineral, benang katun, bambu, labu, dan kulit.
Tempo permainan musik istana lambat dan khidmat, dengan nomor musik paling lambat memiliki kurang dari 30 ketukan per menit. Karena musik istana sulit diukur karena konsep musik ini diukur dengan pernapasan. Musik istana Korea masih dilestarikan sampai kini di Korea, mulai dari jenis a-ak, dang-ak, dan hyang-ak.
Para musisi musik istana mengenakan pakaian berwarna merah (lambang istana kerajaan) dan memainkan musik tanpa konduktor, melainkan dengan seorang pemandu musik yang menandai awal mula, jeda dan akhir permainan musik.
Pada tahun 1493, Dinasti Joseon mencetak kitab musik yang dinamakan Akhak kwebeom. Kitab ini mencatat musik dan tarian secara mendetail, termasuk memberikan petunjuk mempraktikkannya. Rekaman akurat mengenai musik Korea dalam Akhak gwebeom mendahului pencatatan musik serupa di barat. Intisari buku ini adalah musik ritual a-ak, yang dianggap sebagai musik penting untuk menjalankan ritual Konfusianisme.
Musik militer
Chwita adalah jenis musik militer yang dimainkan di istana ketika gerbang utama dibuka untuk menyambut kedatangan raja yang pulang dari perjalanan, juga untuk menyambut utusan asing atau pawai militer. Musik chwita dimainkan dengan berbagai jenis alat musik besar dan didominasi oleh alat musik taepyeongso yang memainkan melodi utama. Musik chwita dimulai dengan suara pemimpin musik yang meneriakkan "myonggeum-iha...daechwita!" dengan mengangkat tongkatnya. Permainan musik chwita memiliki 5 buah repertoar: chwita-gilgunak-giltaryong-byeoljutaryong-gunak.
Musik Konfusianisme
Pada masa pemerintahan Raja Yejong dari Dinasti Goryeo (tahun 1105-1122), musik ritual Konfusianisme diperkenalkan dari Dinasti Song, Cina. Musik ini dinamakan Taeseong-ak atau a-ak. Kaisar Taizu, pendiri Dinasti Ming, menghadiahkan perangkat alat musik ritual kepada Raja Gongmin. Musik ritual Konfusianisme pada masa Dinasti Joseon menjadi penting dan menggantikan Buddhisme sebagai agama negara.
Musik merupakan faktor penting bagi Dinasti Joseon yang menganut Konfusianisme. Dalam Konfusianisme, musik adalah sarana untuk menyempurnakan karakter manusia, memperindah masyarakat dan tradisi serta mengilhami pemerintahan yang lebih baik. Musik tidak hanya menjadi menyenangkan untuk didengar, namun juga harus menjadi pelajaran bagi batin. Musik yang buruk akan menjerumuskan masyarakat ke dalam kekacauan dan mengakibatkan kejatuhan negara. Musik yang baik, ye-ak (musik ritual), ditingkatkan untuk memperbaiki lingkungan masyarakat, sementara musik yang kasar dan buruk yang dianggap akan menimbulkan kekacauan, tidak dapat diterima.
Musik Buddhisme
Dengan diperkenalkannya agama Buddha kepada masyarakat Korea di abad ke-4, musik bernapaskan Buddhisme mulai digunakan untuk menyampaikan tujuan-tujuan religius. Buddhisme dijadikan sebagai agama negara oleh Dinasti Goryeo (935-1392) dan kesenian Buddhisme berkembang pesat, namun rekaman tertulis hanya sedikit yang tersisa. Pengaruh musik Buddhis cukup besar pada musik rakyat dan bangsawan. Jenis seni suara gagok memiliki kesamaan dalam teknik menyanyi dengan mantra beompae. Musik Buddhis lain, yeongsan hoesang, berkembang dengan permainan alat musik orkestra dan terdiri dari banyak versi berbeda. Musik agama Buddha yang dimainkan pada saat upacara-upacara dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis, yakni yeombul, hwacheong dan beompae.
Yeombul: merupakan jenis mantra sutra yang dilantunkan pada upacara sehari-hari oleh biksu di dalam kuil dan disebut pula anchaebi sori atau lagu dalam ruangan.
Beompae: adalah jenis mantra bakkachaebi sori atau lagu luar ruangan yang dilantunkan pada saat upacara khusus oleh biksu-biksu khusus yang menguasai musik Buddhis.
Hwacheong: adalah jenis mantra yang dilantunkan menggunakan bahasa Korea untuk menyebarkan ajaran Buddha dalam bahasa yang mudah dimengeri.
Musik Shamanisme
Shamanisme merupakan kepercayaan tertua rakyat Korea yang menggabungkan unsur-unsur ritual penyembahan dengan musik dan tarian oleh pimpinan seorang dukun (mudang atau baksu). Tidak hanya struktur ritual, namun gaya musik dan bentuk tarian masing-masing berbeda berdasarkan daerahnya. Bagian-bagian pertunjukkan musik Shamanisme terdiri syair-syair dan permainan alat musik yang biasa ditampilkan dengan tari-tarian.
Pengaruh musik shamanisme terhadap musik rakyat cukup besar. Beberapa lagu Shamanisme diadaptasi menjadi lagu rakyat (minyo atau sori) yang populer, seperti changbu taryeong (harfiah:"lagu dukun lelaki") dan noraetgarak (harfiah:"melodi lagu") dari Seoul. Jenis kesenian rakyat lain yang diadaptasi dari musik Shamanisme adalah sinawi, sanjo dan tari salpuri.
Musik-musik ritual Shamanisme (gut) memiliki keunikan di masing-masing daerah di Semenanjung Korea, yang dikategorikan menjadi musik gut dari daerah barat laut, tengah, barat daya, timur dan Pulau Jeju.
Nongak adalah permainan musik petani yang dipentaskan oleh kelompok pemusik yang terdiri dari para petani (nongaktae). Permainan musik nongak diwariskan tanpa diketahui dengan jelas penciptanya. Namun begitu, asal-usul nongak diperkirakan telah ada sejak zaman Tiga Kerajaan dari rekaman sejarah Cina kuno. Catatan mengenai nongak juga dapat ditemukan dalam Babad Dinasti Joseon (Sillok), yang dipopulerkan oleh kelompok penghibur keliling.
Saat ini, permainan musik nongak (nongak nori) didasarkan untuk berbagai aktivitas, antara lain ritual desa (gut), latihan militer, aktivitas-aktivitas kerja, atau murni sebagai hiburan. Nongak memiliki variasi berdasarkan daerahnya, antara lain gyeonggi nongak, jwado nongak, udo nongak, honam nongak, samcheonpo nongak, uttari nongak dan yeongnam nongak. Pertunjukkan nongak dapat berlangsung selama beberapa hari, yang meliputi permainan musik di kuil desa, sumur, rumah warga, kantor desa, yang terdiri dari pawai (gil-gut), mengetuk pintu gerbang (mun-gut), dan berjalan mengelilingi tembok halaman sebuah bangunan (heolsa-gut).
Empat jenis alat musik utama nongak adalah kwaenggwari (gong kecil), janggo (genderang panjang), buk (genderang besar) dan jing (gong besar). Para pemain musik lain memainkan alat musik sogo (genderang kecil) dan meniup nabal (trompet).
Samul nori adalah jenis permainan musik tradisional yang berakar dari kesenian menghibur kelompok penghibur keliling (namsadangpae) pada masa lalu. Kelompok namsadang menampilkan hiburan berupa nongak, menari, dan akrobat untuk mencari penghidupan. Pada tahun 1978, jenis musik nongak baru ditampilkan oleh kelompok pemusik tradisional yang terdiri dari 4 orang, dipimpin oleh Kim Duk-soo (lahir 1952). Jenis musik baru ini dinamakan samul nori dan saat ini dianggap sebagai musik tradisional yang bergaya urban. Sejak saat itu, kelompok samul nori bermunculan di seluruh Korea.
Samul nori disebut musik urban yang dibedakan dari nongak dan permainan musik keliling. Berbeda dengan nongak yang ditampilkan dengan berdiri dan menari, samul nori dimainkan dengan duduk untuk mengkonsentrasikan permainan musik secara ritmik.
Pansori adalah jenis seni suara tradisional Korea yang menggunakan suara alami untuk mencapai batas maksimum dengan cara unik. Pansori adalah jenis musik rakyat yang diturunkan dari para penghibur sejak zaman Dinasti Joseon. Lirik-lirik pansori menggambarkan emosi rakyat jelata yang jujur dan terbuka. Saat dalam kondisi perasaan yang bagus, seorang penyanyi pansori dapat bernyani selama berjam-jam, namun jika tidak mereka hanya akan tampil satu jam saja.
Jenis-Jenis Alat Musik Negara Korea
Janggu atau janggo adalah jenis genderang yang berbentuk jam pasir yang serupa dengan pungmul janggo.
Pyeongyeong
Pyeongyeong adalah potongan batu yang berbentuk L, yang dimainkan dengan cara dipukulkan. Batu musik ini diperkenalkan dari Cina dan dimainkan dalam pementasan musik istana.
Posting Komentar